STENOSIS
MITRALIS
KONSEP
MEDIS
A. Pengertian
Stenosis
mitralis merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah pada
tingkat katup mitral oleh karna adanya perubahan pada struktur mitral leaflets,
yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian
ventrikel kiri saat diastol.
Secara
definisi maka stenosis mitralis dapat diartikan sebagai blok aliran darah pada
tingkat katup mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leafleats,
yang menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat
diastolik. (Arjanto Tjoknegoro. 1996).
Stenosis Katup Mitral merupakan
penyempitan pada lubang katup mitral yang akan menyebabkan meningkatnya
tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri.(www.medicastore.com).
Stenosis mitralis merupakan penyebab
utama terjadinya gagal jantung kongestif di negara-negara berkembang. Di
Amerika Serikat, prevalensi dari stenosis mitral telah menurun seiring dengan
penurunan insidensi demam rematik. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada
streptococcal pharyngitis turut berperan pada penurunan insidensi ini.
B.
Anatomi
fisilogi
Secara
fungsional jantung dibagi menjadi alat pompa kanan dan alat pompa kiri, yang
memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih ke peredaran
darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan
aliran darah secara anatomi; vena kava, atrium kanan, ventrikal kanan, arteri
pulmonal, paru-paru, vena pulmonal, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteri,
arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
Batas kiri jantung terdiri atas tonjolan yang bulat lonjong atau setengah bulat, terdiri dari tonjolan I paling atas adalah arkus aorta, merupakan setengah bulatan yang kira-kira sebesar ibu jari, berhubungan langsung dengan aorta desenden. Tonjolan II: disebabkan oleh arteri pulmonal, pada umumnya lebih kecil, kadang-kadang sukar terlihat. Pada sistolik jantung, tonjolan ini akanlebih nyata. Tonjolan III: disebabkan oleh aurikel atrium kiri, biasanya tidak tampak kecuali jika ada pembesaran atrium kiri. Tonjolan IV : dibentuk oleh dinding luar ventrikel kiri.
Pada batas kanan jantung juga terdapat 4 tonjolan, tonjolan I: disebabkan oleh vena kava superior, merupakan pelebaran di sisi mediastinum. Tonjolan II: disebabkan oleh aorta asenden, merupakan garis lurus mengarah ke atas menuju ke arkus aorta. Batas vena kava dengan aorta asenden sukar ditetapkan tanpa aortogram. Tonjolan III : kadang-kadang ada tonjolan kecil yang disebabkan oleh vena azygos. Tonjolan IV : tonjolan besar adalah atrium kanan.
Batas kiri jantung terdiri atas tonjolan yang bulat lonjong atau setengah bulat, terdiri dari tonjolan I paling atas adalah arkus aorta, merupakan setengah bulatan yang kira-kira sebesar ibu jari, berhubungan langsung dengan aorta desenden. Tonjolan II: disebabkan oleh arteri pulmonal, pada umumnya lebih kecil, kadang-kadang sukar terlihat. Pada sistolik jantung, tonjolan ini akanlebih nyata. Tonjolan III: disebabkan oleh aurikel atrium kiri, biasanya tidak tampak kecuali jika ada pembesaran atrium kiri. Tonjolan IV : dibentuk oleh dinding luar ventrikel kiri.
Pada batas kanan jantung juga terdapat 4 tonjolan, tonjolan I: disebabkan oleh vena kava superior, merupakan pelebaran di sisi mediastinum. Tonjolan II: disebabkan oleh aorta asenden, merupakan garis lurus mengarah ke atas menuju ke arkus aorta. Batas vena kava dengan aorta asenden sukar ditetapkan tanpa aortogram. Tonjolan III : kadang-kadang ada tonjolan kecil yang disebabkan oleh vena azygos. Tonjolan IV : tonjolan besar adalah atrium kanan.
Stenosi mitral (MS) menyebabkan perubahan
pada bentuk jantung dan perubahan-perubahan pada pembuluh darah paru-paru
sesuai beratnya MS dan kondisi jantung.Konveksitas batas kiri jantung
mengindikasikan bahwa stenosis menonjol.Pada kebanyakan kasus terdapat dua
kelainan yakni stenosis mitral dan insufisiensi mitral, umumnya salah satunya
menonjol.Ventrikel kiri juga sangat melebar ketika insufisiensi mitral terlibat
sangat signifikan.Tanda-tanda radiologis klasik dari pasien dengan MS yaitu
adanya kontur ganda (double contour) yang mengarah pada adanya pembesaran
atrium kiri, serta adanya garis-garis septum yang terlokalisasi.
C.
Etiologi
Penyebab tersering dari stenosis
mitral adalah endokarditis reumatik, akibat reaksi yang progresif dari demam
rematik oleh infeksi streptokokkus.Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan
atas penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis
mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus eritematosus (SLE),
deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s
disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta
kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses
degeneratif. Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu kelainan
bawaan.Bayi yang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih
dari 2 tahun, kecuali jika telah menjalani pembedahan.Miksoma (tumor
jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ketika
melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup
mitral.
D.
Insiden
Di negara-negara maju, insidens MS
telah menurun karena berkurangnya kasus demam rematik, herannya justru di
negara berkembang, seperti Indonesia, angkanya cenderung meningkat.Katup mitral
adalah katup jantung yang paling banyak terkena pada pasien dengan penyakit
jantung rematik.Perbandingan wanita dengan pria yang terkena ialah 2:1 dengan
gejala biasanya timbul antara umur 20 sampai 50 tahun.Gejala dapat pula nampak
sejak lahir, tetapi jarang sebagai defek tunggal.MS kongenital lebih sering
sebagai bagian dari deformitas jantung kompleks pada bayi.
E.
Patofisioligi
Bakteri Streptococcus Beta
Hemolitikus Group A dapat menyebabkan terjadinya demam reuma. Selain itu, oleh
tubuh dia dianggap antigen yang membuat tubuh membuat antibodinya.Hanya saja,
strukturnya ternyata mirip dengan katup mitral yang membuat kadangkala antibodi
tersebut malah menyerang katup mitral jantung.Hal ini dapat membuat kerusakan
pada katup mitral tersebut. Pada proses perbaikannya, maka akan terdapat
jaringan fibrosis pada katup tersebut yang lama kelamaan akan membuatnya
menjadi kaku. Pada saat terbuka dan tertutup akan terdengar bunyi yang tidak
normal seperti bunyi S1 mengeras, bunyi S2 tunggal, dan opening snap, juga akan
terdengar bising jantung ketika darah mengalir. Apabila kekakuan ini dibiarkan,
maka aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri akan terganggu. Ini
membuat tekanan pada atrium kanan meningkat yang membuat terjadi pembesaran
atrium kanan.Keregangan otot-otot atrium ini akanmenyebabkan terjadinya
fibrilasi atrium.
Kegagalan atrium kiri memompakan darah ke ventrikel kiri menyebabakan terjadi aliran darah balik, yaitu dari atrium kiri kembali ke vena pulminalis, selanjutnya menuju ke pembuluh darah paru-paru. Meningkatnya volume darah pada pembuluh darah paru-paru ini akan membuat tekanan hidrostatiknya meningkat dan tekanan onkotiknya menurun. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan keluar yang akan menyebabkan udem paru. Ini bisa kemuadian menyebabkan sesak napas pada penderita
F.
Manisfestasi
klinik
Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan
biasanya keluhan utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue.Pada
stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari,
paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan
kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi
pada usia yang lebih lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat
elektrofisiologi dari atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat
stenosis.
Manifestasi
klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli,
infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya atrium
kiri seperti disfagia dan suara serak.
G.
Komplikasi
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering
terjadi pada stenosis mitral, dengan patofisiologi yang komplek.Pada awalnya
kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan
tekanan atrium kiri. Dengan meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan
menyebabkan kenaikan tekanan dan volume aakhir diastole, regurgitasi trikiuspid
dan pulmonal sekunder, dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti
sistemik.
Dapat pula terjadi perubahan pada vaskular paru
berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohumoral seperti endotelin atau
perubahan anatomik yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan
tunika intima.
Komplikasi lain dapat berupa tromboemboli,
endokarditis infektif, fibrilasi atrial atau simptom karena kompresi akibat
besarnya atrium kiri seperti disfagi dan suara serak.
H.
Pemeriksaan diagnostic
1.Kateterisasi jantung : Gradien tekanan (pada
distole) antara atrium kiri dan ventrikel kiri melewati katup mitral,
penurununan orivisium katup (1,2 cm), peninggian tekanan atrium kiri, arteri
pulmunal, dan ventrikel kanan ; penurunan curah jantung.
2. Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup mitral.
3. ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel kanan, fibrilasi atrium kronis.
4. Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan vaskular, tanda-tanda kongesti/edema pulmunal.
5. Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat memastikan masalah katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan gerakan daun-daun katup.
2. Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup mitral.
3. ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel kanan, fibrilasi atrium kronis.
4. Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan vaskular, tanda-tanda kongesti/edema pulmunal.
5. Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat memastikan masalah katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan gerakan daun-daun katup.
I.
Penatalaksanaan
Stenosis
mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya bersifat
suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan
terhadap infeksi.Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin,
eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau pencegahan
endokardirtis.Obat-obatan inotropik negatif seperti ß-blocker atau Ca-blocker,
dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan pada
saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat
hemodinamik yang bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian
ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat.Pada keadaan ini pemakaian
digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau
antagonis kalsium.
Antikoagulan
warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau
irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena
tromboemboli
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Pengkajian
Data Subyektif
1) Riwayat penyakit sekarang
a. Dyspnea atau orthopnea
b. Kelemahan fisik (lelah)
2) Riwayat medis
Adakah riwayat penyakit demam rematik/infeksi saluran pernafasan atas.
Data Obyektif
1) Gangguan mental : lemas, gelisah, tidak berdaya, lemah dan capek.
2) Gangguan perfusi perifer : Kulit pucat, lembab, sianosis, diaporesis.
3) Gangguan hemodenamik : tachycardia, bising mediastolik yang kasar, dan bunyi jantung satu yang mengeras, terdengar bunyi opening snap, mur-mur/S3, bunyi jantung dua dapat mengeras disertai bising sistole karena adanya hipertensi pulmunal, bunyi bising sistole dini dari katup pulmunal dapat terdengar jika sudah terjadi insufisiensi pulmunal, CVP, PAP, PCWP dapat meningkat, gambaran EKG dapat terlihat P mitral, fibrilasi artrial dan takikardia ventrikal.
4) Gangguan fungsi pulmunary : hyperpnea, orthopnea, crackles pada basal.
1. Pengkajian
Data Subyektif
1) Riwayat penyakit sekarang
a. Dyspnea atau orthopnea
b. Kelemahan fisik (lelah)
2) Riwayat medis
Adakah riwayat penyakit demam rematik/infeksi saluran pernafasan atas.
Data Obyektif
1) Gangguan mental : lemas, gelisah, tidak berdaya, lemah dan capek.
2) Gangguan perfusi perifer : Kulit pucat, lembab, sianosis, diaporesis.
3) Gangguan hemodenamik : tachycardia, bising mediastolik yang kasar, dan bunyi jantung satu yang mengeras, terdengar bunyi opening snap, mur-mur/S3, bunyi jantung dua dapat mengeras disertai bising sistole karena adanya hipertensi pulmunal, bunyi bising sistole dini dari katup pulmunal dapat terdengar jika sudah terjadi insufisiensi pulmunal, CVP, PAP, PCWP dapat meningkat, gambaran EKG dapat terlihat P mitral, fibrilasi artrial dan takikardia ventrikal.
4) Gangguan fungsi pulmunary : hyperpnea, orthopnea, crackles pada basal.
B.
Penyimpangan
KDM
Stenosis
↓
Hambatan aliran darah →
Kongestif pulmonal
↓ ↓
Perpindahan
tekanan ← Pembekuan fase distolik Suplai O2
kejaringan meningkat →
↓↓↓
Penurunan curah
jantung
|
Penufunan
perfusi organ
↓
Energi yang
dihasilkan sedikit
Peningkatan
retensi natrium
Peningkatan tekanan hisdrostatik Penurunan sirkulasi darah
Kelemahan
Intilen aktivitas
|
↓
Resiko kelebihan
cairan
|
Penghentain aliran arteri
Kebutuhan O2meningkat
↓
Berkurangnya
O2ke
otak dan jaringan Perubahan
membrane kapiler ← ↓
Gangguan perfusi
jaringan
|
Resiko
pertukaran gas
|
C.
Diagnosa
keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan
aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel,
pemendekan fase distolik
b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
c. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal.
d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
e. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
c. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal.
d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
e. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
D. Perencanaan
Rencana Intervensi dan Rasional
a.
Penurunan curah jantung b/d adanya
hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi
ventrikel, pemendekan fase distolik.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan curah jantung dapat diminimalkan.
Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.
• Catat bunyi jantung.
• Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.
• Pantau intake dan output setiap 24 jam.
• Batasi aktifitas secara adekuat.
• Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan curah jantung dapat diminimalkan.
Kriteria hasil: Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.
• Catat bunyi jantung.
• Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.
• Pantau intake dan output setiap 24 jam.
• Batasi aktifitas secara adekuat.
• Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.
•
Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.
• Mengetahui adanya perubahan irama jantung.
• Mengetahui adanya perubahan irama jantung.
b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi
darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak ada oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung, letargi, pinsan).
• Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer.
• Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema.
• Dorong latihan kaki aktif/pasif.
• Pantau pernafasan.
• Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.
• Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.
• Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
• Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
• Indikator adanya trombosis vena dalam.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil: vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak ada oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung, letargi, pinsan).
• Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi perifer.
• Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema.
• Dorong latihan kaki aktif/pasif.
• Pantau pernafasan.
• Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi abdomen, konstipasi.
• Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.
• Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung, dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
• Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
• Indikator adanya trombosis vena dalam.
c.
Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung, kongestif pulmunal
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat
beraktifitas sesuai batas toleransi yang dapat diukur.
Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.
• Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas.
• Batasi pengunjung atau kunjungan oleh pasien.
• Kaji kesiapan untuk meningaktkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
• Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.
• Berikan bantuan sesuai kebutuhan (makan, mandi, berpakaian, eleminasi).
• Anjurkan pasien menghindari
peningkatan tekanan abdomen, mnegejan saat defekasi.
• Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan kering.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.
• Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas.
• Batasi pengunjung atau kunjungan oleh pasien.
• Kaji kesiapan untuk meningaktkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
• Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.
• Berikan bantuan sesuai kebutuhan (makan, mandi, berpakaian, eleminasi).
• Anjurkan pasien menghindari
peningkatan tekanan abdomen, mnegejan saat defekasi.
• Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
d.
Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan pada kongestif
vena pulmonal, Penurunan perfusi organ (ginjal); peningaktan retensi
natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma
(menyerap cairan dalam area interstitial/jaringan).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.
• Catat adanya DVJ, adanya edema dependen.
• Ukur masukan/keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung keseimbnagan cairan.
• Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
• Berikan diet rendah natrium/garam.
• Delegatif pemberian diiretik.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.
• Catat adanya DVJ, adanya edema dependen.
• Ukur masukan/keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung keseimbnagan cairan.
• Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
• Berikan diet rendah natrium/garam.
• Delegatif pemberian diiretik.
• Mengindikaiskan edema paru skunder akibat
dekompensasi jantung.
e.
Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolus
(perpindahan cairan ke dalam area interstitial/alveoli).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas adekuat.
Kriteria hasil: sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat diterima, akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.
• Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
• Dorong perubahan posisi sering.
• Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal.
• Pantau GDA (kolaborasi tim medis), nadi oksimetri.
• Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
• Delegatif pemberian diuretik. • Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
• Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
• Membtau mencegah atelektasis dan pneumonia.
• Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru maksimal.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas adekuat.
Kriteria hasil: sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat diterima, akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.
Rencana intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
• Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.
• Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
• Dorong perubahan posisi sering.
• Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal.
• Pantau GDA (kolaborasi tim medis), nadi oksimetri.
• Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
• Delegatif pemberian diuretik. • Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
• Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
• Membtau mencegah atelektasis dan pneumonia.
• Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
-
Ni
Luh Gede Yasmin Asih, 1993, Proses Keperawtan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Karsdiovaskuler / Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.EGC : jakarta
-
Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan Ed. 3. EGC : Jakarta.
-
Griffith.
1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta.